Senin, 07 November 2011

Percakapan di Ruang Praktek Bidan

Suatu hari di ruang praktek bidan terjadi percakapan seperti ini :

Bidan : “Bagaimana kabarnya bu ? sudah 3 bulan ibu melahirkan kok baru kesini lagi ?”

Istri Ali : “Alhamdulillah sehat walafiat.iya Bu maaf baru sempat kemari sekarang”

Lalu sang bidan memeriksa keadaan bayi istri Ali yang gemuk dan lucu.

Bidan : “anaknya sehat bu. Sudah diimunisasi belum ?”

Istri Ali : “sudah Bu”

(dalam hati ia berkata,”imunisasi dengan ASI dan sari kurma”)

Bidan : “Baiklah. Kalau ibu sudah ikut program KB atau belum ?”

Istri Ali : “sudah Bu”

(dalam hati ia berkata,”saya ikut program Rasulullah yaitu Keluarga Besar,bukan Keluarga Berencana”)

***

Saat menceritakan percakapan diatas pada suaminya, Ali tertawa dengan lebar sambil berkata,”istriku cerdas sekali, Abi bangga menikah dengan Ummi”

Ali mengecup kening istrinya lalu berkata,”apa yang telah Ummi lakukan ditempat bidan tadi telah menyelamatkan anak kita dari ancaman bahaya dibalik program imunisasi dan vaksinasi yang gencar dilakukan kaum kafir untuk melemahkan umat islam”

Sambil tersenyum, ia berkata lagi pada istrinya tercinta,”dengan mengikuti program Rasulullah yaitu Keluarga Besar maka Ummi telah mengikuti sunnahnya”*

*"Kawinlah dengan perempuan pecinta lagi bisa punya anak banyak (subur) agar aku dapat membanggakan jumlahmu yang banyak di hadapan para nabi pada hari kiamat nanti."

(H.R. Abu Dawud dan Nasa'i)

Minggu, 24 Juli 2011

Pada Hari Ketujuh Kelahiran Rahma






Pada hari pertama kelahiran putri kami, suara adzan langsung diperdengarkan pada telinga kanannya dan iqomah pada telinga kirinya. Hal ini mencontoh dari sunnah Rasulullah SAW saat memperdengarkan adzan pada telinga Hasan ra (cucunya), hal ini dimaksudkan agar suara yang pertama kali didengar sang bayi di dunia ini adalah kalimat tauhid, sehingga setan akan menjauh darinya sejak ia masih kecil.

Dan pada hari ketujuh kelahiran, terdapat sunnah Rasulullah SAW seperti terdapat pada hadits dibawah ini :

عَنْ سَمُرَةَ أَنَّ نَبِىَّ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَقُولُ « كُلُّ غُلاَمٍ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ تُذْبَحُ عَنْهُ يَوْمَ سَابِعِهِ وَيُمَاطُ عَنْهُ الأَذَى وَيُسَمَّى ».

Dari Samurah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Setiap bayi laki-laki itu tergadai dengan akikahnya. Akikah tersebut disembelih pada hari ketujuh, dihilangkan kotoran darinya dan diberi nama.” (HR. Ahmad no 20201, sanadnya shahih menurut Syaikh Syu’aib al Arnauth).

Dalam hadits lain disebutkan,”Setiap anak terikat dengan aqiqahnya. Pada hari ketujuh disembelihkan hewan untuknya, diberi nama, dan dicukur". (HR. at-Tirmidzi).

Sunnah pada hari ketujuh adalah akikah, pemberian nama dan dicukur rambutnya. Namun karena keterbatasan dana, kami tidak melakasanakan akikah yakni memotong hewan berupa kambing. Kami hanya melaksanakan sunnah yang lainnya, yaitu mencukur rambut serta memberinya nama.

Alhamdulillah ketika proses pencukuran, sang bayi tidak menangis hingga bisa berjalan lancar. Yang mencukur rambut bayi kami adalah ayah mertua yang bernama KH U Bunyamin Ghufron. Beliau sudah terbiasa mencukur rambut anak dan cucu – cucunya.

Setelah selesai dicukur, rambutnya lalu kami kumpulkan dan nantinya akan ditimbang di toko emas. Selesai penimbangan kami pun lalu bersedekah dengan seberat timbangan rambut bayi tersebut. Hal ini mengikuti sunnah Rasul dalam hadits dibawah ini :

عن جعفر بن محمد بن علي عن أبيه أنه قال : وزنت فاطمة بنت رسول الله صلى الله عليه و سلم شعر حسن و حسين و زينب و أم كلثوم فتصدقت بوزن ذلك فضة

Dari Ja’far bin Muhammad bin Ali dari ayahnya, Fathimah binti Rasulillah menimbang rambut Hasan, Husain, Zainab dan Umm Kultsum lalu bersedekah dengan perak seberat timbangan rambutnya. (HR Baihaqi dalam Syuabul Iman no 8629).

Tentang Pemberian Nama

Rasululloh SAW bersabda,“Seseorang datang kepada Nabi (SAW) dan bertanya,”Ya Rasululloh, apa hak anakku ini?” Nabi SAW menjawab,”Memberinya nama yg baik, mendidik adab yg baik, dan memberinya kedudukan yg baik (dalam hatimu)”.” (HR Aththusi)

Nama adalah ciri atau tanda, maksudnya adalah orang yang diberi nama dapat mengenal dirinya atau dikenal oleh orang lain. Dalam Al-Qur’anul Kariim disebutkan :

يَا زَكَرِيَّا إِنَّا نُبَشِّرُكَ بِغُلَامٍ اسْمُهُ يَحْيَى لَمْ نَجْعَل لَّهُ مِن قَبْلُ سَمِيًّا (7) سورة مريم

“Hai Zakaria, sesungguhnya Kami memberi kabar gembira kepadamu akan (beroleh) seorang anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya Kami belum pernah menciptakan orang yang serupa dengan dia” (QS. Maryam: 7).

Dan hakikat pemberian nama kepada anak adalah agar ia dikenal serta memuliakannya. Oleh sebab itu para ulama bersepakat akan wajibnya memberi nama kapada anak laki-laki dan perempuan. Oleh sebab itu apabila seseorang tidak diberi nama, maka ia akan menjadi seorang yang majhul (= tidak dikenal) oleh masyarakat.

Kewajiban bagi seorang bapak adalah memilih nama terbaik bagi anaknya, baik dari sisi lafadz dan maknanya, sesuai dengan syar’i dan lisan arab. Kadangkala pemberian nama kepada seorang anak baik adab dan diterima oleh telinga/pendangaran akan tetapi nama tersebut tidak sesuai dengan syari’at

Sebagai seorang ayah, tentu saja saya ingin memberikan nama yang baik pada anak pertama. Namun saya juga melakukan kompromi dengan istri agar nama yang dibuat bisa mencerminkan eratnya ikatan cinta kami yang dilambangkan pada nama buah hati kami berdua.

Kami sepakat memberi nama : Nadia Rahmania Andriani

Nadia = berasal dari kata Nahdiah yang berarti penyeru, pengajak, pendakwah

Rahmania = Rahman berasal dari nama Allah SWT yang berarti Yang Maha Pengasih.
Karena ada ketentuan jika nama Allah SWT terlarang dijadikan nama makhlukNya kecuali memakai tambahan kata atau huruf maka kami pun menambahkan huruf I dan A agar nama itu bisa disandang oleh anak kami tercinta. Terlarang menggunakan nama Ar Rahman, namun jika ditambah kata Abdul menjadi Abdul Rahman atau ditambah huruf I dan A menjadi Rahmania maka hal itu tidak mengapa dilakukan.

Andriani = berarti anugerah dari nirwana/surga
Meskipun kata terakhir bukanlah berasal dari bahasa arab, namun nama itu sengaja kami pilih sebagai ungkapan kebahagiaan dan kegembiraan telah dikaruniai anak perempuan yang lucu dan cantik pada pernikahan kami. Anugerah dari nirwana/surga seolah menggambarkan betapa bahagianya saya, istri, beserta seluruh keluarga besar kami menyambut lahirnya anak pertama kami. Alhamdulillahirobbil’alamin.

Rasulullah SAW menyatakan bahwa nama adalah Do’a (do’a orang tua kepada anaknya).
Nadia Rahmania Andriani merupakan do’a semoga dimasa depan sang anak bisa menjadi penyeru/pendakwah bagi umatnya dengan penuh kasih sayang hingga bisa mengajak mereka menuju kehidupan abadi yang kekal di surga.

Allahumma amin yaa robbal ‘alamin.

Bandung, 22 Sya’ban 1432 H/ 24 Juli 2011

Selasa, 12 Juli 2011

Anakku ... Nadia Rahmania Andriani





Alhamdulillahi robbil ‘alamin

Telah lahir ke dunia Nadia Rahmania Andriani, anak perempuan pertama dari pasangan Andri Nugraha dan Nunung Siti Aminah pada tanggal 8 Syaban 1432 H/10 Juli 2011 pukul 5.05 WIB dengan berat 2,7 Kg dan panjang 50 cm.

Naadiyah = Nadia = para penyeru,pengajak/pendakwah
Ar Rahman = Rahmania = kasih sayang,kebaikan
Andriani = anugerah dari nirwana

Semoga keindahan namanya menjadi do’a dan harapan dimasa depan sang anak bisa menjadi seorang pendakwah/mujahidah yang menyerukan nilai – nilai kasih sayang dan kebaikan agama Islam pada umatnya.

Wassalam
Andri Nugraha

Senin, 30 Mei 2011

Solusi Tak Terduga

Hujan turun sangat deras disertai udara dingin yang menusuk kulit. Ali dan istrinya baru saja selesai menunaikan ibadah shalat subuh berjamaah dikamar kontrakannya yang mungil.

“Abi, kenapa sih suka banget pakai sajadah warna hijau itu ? padahal kan Abi masih punya sajadah lain yang lebih bagus”, tanya Siti Nurjanah, istri istri. Yang ditanya malah tersenyum lalu dengan kalemnya ia menjawab,”memang sajadah ini warnanya telah pudar sedangkan yang lain lebih bagus, namun sajadah ini pemberian dari seseorang dan mempunyai nilai kenangan yang tak tergantikan”, jawab Ali.

***
Dulu waktu Ali masih kursus komputer, ada seorang teman akhwat yang diam – diam menyukainya. Akhwat tersebut bernama Dewi Puji Astuti yang biasa dipanggil Dewi. Ali dan Dewi hanyalah teman kursus biasa, tidak ada hal yang istimewa diantara mereka berdua. Namun karena Ali sering membantu kesulitan Dewi saat mengerjakan tugas dan sering pula pulang naik angkot yang sama maka tak disangka tumbuh “benih cinta” dihati Dewi.

Cinta Dewi yang tumbuh semakin membesar tak diiringi perasaan yang sama dihati Ali. Ia baru menyadari bahwa Ali adalah lelaki yang selalu bersikap dingin pada semua wanita. Hal itu dikarenakan Ali saat ini tidak mau membina hubungan apapun dengan wanita karena sedang fokus bekerja dan kursus komputer untuk membantu biaya sekolah ketiga adiknya. Ketika usia Ali tepat menjadi 24 tahun, Dewi memberinya kado berisi sajadah, peci, sarung, dan tasbih. Disaat memberikan kado itulah Dewi mengungkapkan perasaannya pada Ali secara terang – terangan. Ali kaget ketika mengetahui Dewi ternyata betapa sangat mencintainya.

Namun sayang, saat itu Ali belum siap untuk menikah dan ia pun tidak mau terjebak dalam situasi “pacaran”. Maka dengan berat hati Ali menolak cinta Dewi dan menganjurkannya untuk mencari laki – laki lain yang telah siap menikah dengannya. Hati Dewi serasa remuk, ia merasakan kepedihan yang tiada tara ketika mengetahui cintanya tak terbalas dan malah dianjurkan untuk mencari lelaki lain. Namun dengan sabar ia hadapi kondisi tersebut dengan hati yang selalu ingat kepada Sang Pencipta.

“Ya Allah ... aku bisa menerima jika mungkin saat ini Ali belum berniat menikah denganku. Semoga saja dimasa depan ia bisa membuka hatinya dan bersedia menikah denganku. Aku tidak akan menikah dengan laki – laki lain dan akan terus menunggunya sampai ia jadi imam rumah tanggaku”, itulah rintihan hati Dewi yang tetap berharap bisa bersanding dengan Ali suatu hari nanti.

Waktu berjalan sangat cepat, kursus komputer selama 6 bulan itu pun akhirnya usai. Ali mendapat pekerjaan di perusahaan multifinance berbasis syariah sedangkan Dewi bekerja sebagai operator disebuah radio swasta. Perbedaan tempat kerja tersebut menyebabkan Ali dan Dewi jarang berkomunikasi dan bertatap muka lagi. Mereka hanya sesekali bertemu jika keduanya menghadiri pengajian rutin malam jum’at disebuah pesantren di kawasan Gegerkalong Bandung. Itupun tanpa ada pertemuan khusus berdua karena Ali bergabung di masjid dengan jamaah ikhwan, begitu pula Dewi yang berkumpul bersama jamaah akhwat.

***

“wah ... ceritanya mengharukan sekali, kayak di sinetron aja. Waktu kita nikah, Dewi datang ke acara resepsi atau nggak ?’, tanya sang istri pada Ali. Dengan tenang Ali menjawab,”nggak. Waktu itu kebetulan ia sedang sakit dan terpaksa kakaknya yang mewakili hadir diacara resepsi pernikahan kita”.

“kalau menurut Ummi, Dewi pasti kaget waktu menerima undangan pernikahan kita. Dan ia pasti tidak akan kuat hati melihat Abi menikah dengan Ummi. Abi ngga tau sih bagaimana perasaan seorang perempuan disaat lelaki yang dicintainya malah menikah dengan perempuan lain”.

Ali terdiam lalu berkata,”jadi Ummi menyalahkan Abi yang menolak cintanya lalu mengirim undangan padanya ?”. “Ummi nggak menyalahkan Abi, jodoh itu sudah diatur Yang Maha Kuasa. Semua masa lalu Abi dan Dewi adalah takdir yang tidak bisa dihindari. Begitu pula kejadian saat ini dan dimasa depan”, jawab sang istri.
“kadang Abi juga merasa bersalah pada Dewi karena telah menolak cintanya dulu, namun bagi Abi penolakan saat itu adalah pilihan yang terbaik dibanding harus menikah namun dalam keadaan belum siap nikah atau pun tidak menikah tapi malah terjerumus pacaran”, kata Ali.

“ tidak ada niat sedikitpun dihati Abi untuk menyakiti hati perempuan manapun didunia ini, termasuk Dewi”

Siti Nurjanah tersenyum melihat suaminya tersayang lalu berkata,”Ummi percaya Abi adalah laki – laki baik yang tidak pernah menyakiti hati perempuan. Penolakan cinta yang dilakukan Abi benar - benar pilihan terbaik. Malah Ummi bangga dengan sikap Abi yang bijak, meminta Dewi untuk menikah dengan lelaki lain yang telah siap nikah. Jarang ada laki – laki ketika menolak cinta dari seorang wanita yang mau memberi solusi seperti itu. Sungguh luar biasa”, katanya sambil menatap wajah Ali.

“satu hal yang Abi tidak mengerti dari sikap Dewi adalah kenapa ia selalu menutup pintu hatinya untuk menerima pinangan lelaki lain. Menurut kakaknya, telah banyak lelaki yang datang menemui ayahnya dengan niat untuk mempersunting Dewi. Namun tanpa alasan jelas, semuanya ditolak. Kira – kira Ummi tau apa yang kini dirasakan Dewi ?”, tanya Ali.

“mungkin ia masih mengharapkan Abi untuk jadi suaminya ... hehe”. Jawab sang istri setengah bercanda.

Ali tersenyum malu – malu mendengar kata – kata tersebut. Wajahnya pun mendadak memerah seketika.

***

“Abi, malam ini kita ke pengajian di Gegerkalong yuk ?”, ajak sang istri pada Ali. “Insya Allah”, jawab Ali pendek.
“selain mengaji, Ummi juga berharap bisa ketemu sekaligus silaturahim dengan Dewi ... hehe”, kata sang istri.

Ali merasa terheran – heran mendengar kata – kata istrinya barusan dan bertanya,”memangnya apa yang ingin Ummi lakukan jika bertemu Dewi ?”.

“Itu rahasia. Pokoknya nanti tolong Abi pertemukan Ummi dengan Dewi ya”, jawabnya sambil tersenyum penuh semangat.

Keinginan Siti Nurjanah agar bisa dipertemukan dengan Dewi rupanya dikabulkan oleh Allah SWT. Ketika ia dan Ali tiba diteras pesantren tersebut, secara tak sengaja berpapasan dengan Dewi yang hendak masuk ke masjid. “Assalammu’alaikum, ini kak Ali, kan ?”, tanya Dewi. “wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuh. Iya benar”, jawab Ali datar.

Dewi menatap wajah Siti Nurjanah lalu dengan ramah segera berkenalan dengannya. Dengan santun Dewi mengajak istri Ali masuk ke masjid untuk bergabung dengan akhwat lain, sedangkan Ali bergegas menuju ruangan khusus ikhwan.

***

“Ummi sangat berterima kasih pada Abi yang udah mempertemukan Ummi dengan Dewi semalam”, kata istri Ali memulai perbincangan.

“iya. Memangnya kalian ngobrolin apa aja sih ? ceritakan sedikit dong pada Abi. Biar ga penasaran.hehe”, jawab Ali.

“awalnya Ummi hanya ingin kenalan aja dengan Dewi, namun ternyata ia banyak bertanya pada Ummi tentang bagaimana proses pernikahan kita. Mulai dari kenalan hingga tahap menikah dengan Abi. Dan Ummi jawab saja semua pertanyaannya dengan jujur, tanpa ada yang dikurangi ataupun dilebihkan. Dewi juga mengatakan pada Ummi kalau dulu ia adalah teman kursus komputer dengan Abi”, cerita sang istri.

“Oh begitu. Syukurlah jika kalian sekarang telah saling mengenal, mudah – mudahan kedepannya bisa menjadi teman baik”, kata Ali.

“Abi, ternyata Dewi sampai sekarang belum menikah. Tadi ia cerita pada Ummi bahwa ia belum bisa menemukan sosok lelaki yang baik dan soleh seperti Abi”, kata istri Ali.
“lalu Ummi kasih nasehat pada Dewi ?”, tanya Ali.

“Sudah. Ummi katakan padanya untuk mencoba membuka hati pada lelaki lain, karena mungkin saja lelaki tersebut merupakan orang baik dan soleh atau mungkin lebih baik dan lebih soleh daripada Abi”, jawab sang istri.

“lalu bagaimana reaksinya ?”, tanya Ali jadi penasaran.

“ia tersenyum lalu matanya berkaca – kaca seperti hendak menangis. Ia pun memeluk Ummi dan mengucapkan terima kasih atas nasehat yang telah diberikan”, jawab sang istri.

“Subhanallah, nasehat yang Ummi katakan pada Dewi benar – benar bagus. Semoga saja hatinya tersentuh dan ia mau membuka hati untuk lelaki lain”, kata Ali.
“amin”

***

Usia kehamilan Siti Nurjanah telah memasuki usia 7 bulan, sebentar lagi Ali akan jadi seorang Ayah. Namun sebelum hari itu tiba, ia dikagetkan dengan keinginan istrinya yang hendak melahirkan dikampung halamannya di Garut. Siti Nurjanah ingin pada saat kelahiran anak pertamanya bisa dekat dengan keluarganya, terutama ibunya di Garut. Namun ia janji kalau kelahiran anak kedua, ketiga dan seterusnya akan di Bandung saja. Awalnya Ali menolak keinginan sang istri, namun setelah dipikir lagi memang ada baiknya jika kelahiran anak pertama dilakukan di Garut. Ia khawatir jika melahirkan di Bandung belum tentu bisa mengurus istrinya dengan baik karena kesibukan aktifitasnya yang padat di kantor.

“Ummi kemungkinan akan pergi ke Garut saat usia kehamilan memasuki usia delapan bulan, melahirkan disana lalu pemulihan kurang lebih 40 hari dan kembali ke Bandung setelah bayi berusia sekitar 1 bulan. Nah, selama Ummi tidak ada, bagaimana dengan Abi ?”, tanya sang istri.

“Tenang saja, Abi bisa tinggal dirumah orang tua lagi seperti pada masa bujangan dulu atau tinggal dirumah kontrakan sendirian biar mandiri ... hehe”, jawab Ali sambil tersenyum.

“Abi yakin bisa mandiri ? selama ini Abi sudah repot dengan pekerjaan yang menyita waktu dari pagi hingga sore bahkan terkadang sampai malam hari. Apalagi jika ditambah harus mengerjakan pekerjaan rumah tangga ?”, tanya sang istri.
“iya. Memang Abi akan merasa kerepotan jika tidak ada Ummi, tapi yakinlah Abi bisa mengatasi segalanya dengan baik. Insya Allah”, jawab Ali.

“Ummi kurang setuju jika Abi balik lagi kerumah orang tua. Dulu saat bujangan sudah sering merepotkan orang tua, jangan sampai setelah menikah malah berbuat seperti itu lagi. Namun jika tinggal disini sendiri, Ummi agak ragu Abi bisa hidup mandiri”, kata sang istri.

“Tenang saja … Abi yakin bisa mengatasi keadaan itu”, jawab Ali.

“Ummi punya sebuah ide agar Abi tidak kerepotan saat Ummi pergi”, kata sang istri
“ide apa ?”, tanya Ali jadi agak penasaran.

“menikahlah dengan Dewi”, kata Siti Nurjanah dengan mantap.

“astagfirullahaladzim. apa Abi nggak salah dengar ucapan Ummi barusan ?”, tanya Ali dengan badan bergetar.

“tidak. Abi tidak salah dengar. Ummi menganjurkan Abi menikah dengan Dewi agar terjadi kemaslahatan dan mencegah kemudharatan”, jawab Siti Nurjanah secara diplomatis.

“maksudnya ?”, tanya Ali lagi.

“jika menikah dengan Dewi maka Abi telah menyembuhkan rasa sakit hatinya dulu dan menutup peluang ia menjadi perawan tua karena selalu berharap Abi akan jadi suaminya. Lalu setelah kalian menikah maka Abi tidak akan kerepotan mengurus pekerjaan rumah tangga karena telah memiliki istri lagi”, kata Siti Nurjanah sambil menggenggam tangan suami tercintanya.

Ali hanya terdiam dan tertegun mendengar ucapan istrinya tersebut, ia tak pernah berpikir bahwa istrinya bakal berkata seperti itu.

Ia mengecup kening istrinya lalu berkata,”Subhanallah. Ummi benar – benar istri yang luar biasa. Cinta dan perhatian Ummi pada Abi begitu besar hingga rela menyuruh Abi menikah lagi”.

“Iya. Mudah – mudahan menikah dengan Dewi bisa menjadi solusi yang baik buat kehidupan Abi”, kata Siti Nurjanah yang larut dalam pelukan Ali.

“Baiklah. Jika itu kemauan Ummi, maka Abi akan segera menghubungi Dewi dan keluarganya. Mohon do’anya semoga rencana kita bisa berjalan lancar dan diridhoi Allah SWT”, kata Ali.

“Allahumma amin yaa robbal ‘alamin”, sambut Siti Nurjanah.

Minggu, 22 Mei 2011

Tak Ada Kata Sendirian

Jum’at sore pukul 16.10 WIB Ali sedang bersiap pulang kerja. Sebelum mematikan komputernya ia membuka situs FB (Facebook) untuk mengetahui kabar terbaru sahabat dunia mayanya. Tiba – tiba kolom chatting terbuka dan terjadilah percakapan sebagai berikut :

Aini : asslm. Pa kbr kk ?

Ali : wa’alaikumussalaam. alhamdulillah sht walafiat. Gmn dgn adik ?

Aini : Alhamdulillah baik. Kk, boleh tanya ssuatu, ga ?

Ali : boleh aja

Aini : gini k. Klo aq lg brg kluarga atw tmn, suka giat bribadah n takut mlakukn maksiat. Tapi aneh klo lg sendirian jd males bribadah n malah sring brmaksiat yg ujung2ny jd dosa. Kira2 knp bs bgitu ya k ?

Ali : ada yg kurang dlm ibadah adik

Aini : apa ka ?

Ali : ihsan

Aini : apan tuh ka ?

Ali : ihsan itu bribadah kpada Allah seakan2 adik melihatNya. Klo adik ga bs mlihatNya, yakinlah bahwa Dia pasti melihatmu.

Aini : jd intinya aq hrus slalu mrasa diawasi ya ka ?

Ali : bnar.klo lg brg kluarga atw tmn giat bribadah trus klo lg sndiri malah jd malas brarti slama ini adik belum menyadari bahwa sgala prilaku n ibadah qta baik brjamaah maupun sndirian itu slalu diawasi 2 malaikat yg slalu mengikuti n mnilai smua prbwtan qta. Selain 2 malaikat tersebut ada Allah yang slalu mngetahui gerak gerik qta bahkan niat dlm hti qta yg org lain nggak ktahui.

Aini : ooo gitu. Emg bner jg sih ka. Slama ini aq klo lg sndirian rasany bebas brbwt apapun, baik saat ibadah maupun dlm aktifitas shari2. Tp skrg aq sadar bahwa Allah brsama malaikatNya slalu ada disisiq disaat sndirian maupun lg brg bnyk org.

Ali : syukurlah klo adik skrg udh mnyadari hal itu. Smoga adik mulai hri ni bs mnjd muslimah yg lbih baik dr hri kmarin. Ingatlah bahwa tidak ada kta “sndirian” krn Allah bserta malaikatNya slalu mnemani qta.

Aini : amin. Makasih atas do’a dan jawabanny ya ka.

Ali : iya

Aini : oiya ka. Istri skrg udh hamil brp bulan ?

Ali : 7 bulan lebih. Do’akan aja smoga sgalanya lancar y :)

Aini : iya k. Wah bntar lg kk mw jd ayah nih n aq pny ponakan. Salam bwt istriny y k.

Ali : ok. ntar dsampaikn salamny

Aini : makasih y ka. Wassalammu’alaikum

Ali : wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuh.

Kolom chatting ditutup lalu Ali pun menekan tombol “log out” dan langsung mematikan komputernya.

***

Informasi Hadits tentang Ihsan :

Dari Umar bin Al-Khathab radhiallahu 'anh, dia berkata: ketika kami tengah berada di majelis bersama Rasulullah pada suatu hari, tiba-tiba tampak dihadapan kami seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih, berambut sangat hitam, tidak terlihat padanya tanda-tanda bekas perjalanan jauh dan tidak seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Lalu ia duduk di hadapan Rasulullah dan menyandarkan lututnya pada lutut Rasulullah dan meletakkan tangannya diatas paha Rasulullah, selanjutnya ia berkata," Hai Muhammad, beritahukan kepadaku tentang Islam " Rasulullah menjawab,"Islam itu engkau bersaksi bahwa sesungguhnya tiada Tuhan selain Alloh dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Alloh, engkau mendirikan sholat, mengeluarkan zakat, berpuasa pada bulan Romadhon dan mengerjakan ibadah haji ke Baitullah jika engkau mampu melakukannya." Orang itu berkata,"Engkau benar," kami pun heran, ia bertanya lalu membenarkannya Orang itu berkata lagi," Beritahukan kepadaku tentang Iman" Rasulullah menjawab,"Engkau beriman kepada Alloh, kepada para Malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, kepada utusan-utusan Nya, kepada hari Kiamat dan kepada takdir yang baik maupun yang buruk" Orang tadi berkata," Engkau benar" Orang itu berkata lagi," Beritahukan kepadaku tentang Ihsan" Rasulullah menjawab,"Engkau beribadah kepada Alloh seakan-akan engkau melihat-Nya, jika engkau tidak melihatnya, sesungguhnya Dia pasti melihatmu." Orang itu berkata lagi,"Beritahukan kepadaku tentang kiamat" Rasulullah menjawab," Orang yang ditanya itu tidak lebih tahu dari yang bertanya." selanjutnya orang itu berkata lagi,"beritahukan kepadaku tentang tanda-tandanya" Rasulullah menjawab," Jika hamba perempuan telah melahirkan tuan puterinya, jika engkau melihat orang-orang yang tidak beralas kaki, tidak berbaju, miskin dan penggembala kambing, berlomba-lomba mendirikan bangunan." Kemudian pergilah ia, aku tetap tinggal beberapa lama kemudian Rasulullah berkata kepadaku, "Wahai Umar, tahukah engkau siapa yang bertanya itu?" Saya menjawab," Alloh dan Rosul-Nya lebih mengetahui" Rasulullah berkata," Ia adalah Jibril, dia datang untuk mengajarkan kepadamu tentang agama kepadamu" [HR Muslim no. 8]

Rabu, 30 Maret 2011

Masih Ada Jatah 3 Lagi



Usai acara resepsi pernikahan, Ali dan istrinya berbicara mengenai para tamu undangan. berikut petikan perbincangan tersebut :

Ali : "alhamdulillah acaranya berjalan lancar. banyak banget tamu yang datang, abi ga menyangka akan kedatangan tamu sebanyak itu.

Istri : "iya abi. mereka kebanyakan adalah guru dan santri - santri di pesantren Al Falah tempat ummi belajar"

Ali : "Subhanallah. semoga do'a dan restu mereka membuat pernikahan kita barokah serta diridhai Allah Subhanahu wa Ta'ala".

Istri : "allahumma amin yaa robbal 'alamin".

Tiba - tiba sang istri tersenyum pada Ali dan ia pun berkata,"Abi tadi terlihat aneh saat melihat rombongan santriwati ... lagi melihat - lihat calon istri keduanya ya ?".

Ali kaget mendengar pertanyaan tersebut, ia pun menjawabnya,"Abi tidak memungkiri memang memiliki niat untuk berpoligami dimasa mendatang. memangnya ummi keberatan kalau abi berpoligami ?".Ali balik bertanya pada istrinya.

"tidak. kan masih ada jatah 3 wanita lagi untuk abi. asalkan bisa adil dan mampu melakukannya, ummi pasti akan meridhainya", jawab sang istri dengan mantap.

"Subhanallah, istriku ini memang wanita yang mulia. sungguh beruntung abi bisa menikahinya", kata Ali sambil memeluk istri kesayangannya tersebut.

kenangan 10 - 10 - 2010

Foto dari : http://nambas.wordpress.com/2010/03/03/quraish-shihab-poligami-dan-kawin-sirri-menurut-islam/

Senin, 24 Januari 2011

Roda Memang Terus Berputar (Perjuangan Orang Miskin Untuk Menikah)

Mentari terlihat lelah sore itu, warnanya tak lagi kuning menyala namun telah berganti jingga keemasan. Ali terduduk membisu disudut kendaraan angkutan umum jurusan Margahayu Raya – Ledeng, sambil menatap lalu lalang manusia, motor dan mobil saling berkejaran dibelakang angkot yang ditumpanginya.

Diperempatan Cipaganti sopir menghentikan angkot karena lampu merah, tiba – tiba ia mendengar lagu “Munajat Cinta” dinyanyikan oleh pengamen jalanan yang masih belia :

“Malam ini ku sendiri … tak ada yang menemani

Seperti malam – malam yang sudah – sudah

Hati ini selalu sepi ... tak ada yang menghiasi

Seperti cinta ini yang selalu pupus”

Lirik lagu itu serasa menghujam hati Ali dengan keras, ia pun lalu berbisik,”gila yang bikin lagu ini, lagunya gue banget !”.

Tanpa dikomando, bibirnya lalu bergumam mengikuti reffrain kelanjutan lagu yang dinyanyikan sang pengamen,”Tuhan kirimkanlah aku kekasih yang baik hati ... yang mencintai aku apa adanya”. Ali menghirup nafas dalam – dalam lalu melepaskannya perlahan,”Ya Allah, kapan ya aku bisa bertemu dengan seorang wanita yang bisa menerimaku apa adanya ?”, keluhnya dalam hati.

***

Ali terdiam dan tertunduk lesu disudut kamarnya yang sempit, ia menoleh potret kedua orang tuanya yang sangat disayanginya. “Pa ... Bu, maafkan anakmu ini ya, yang belum bisa menjawab pertanyaan kalian dan belum bisa memenuhi keinginan kalian”, katanya dengan mata berkaca – kaca.

Ayah Ali seorang guru SD disebuah kecamatan terpencil di Sukabumi, sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga biasa. Tiap pulang mudik saat lebaran, mereka kerap bertanya pada Ali dengan pertanyaan dan keinginan yang sama.”nak, kapan kamu akan menikah ?” dan “ibu ingin segera menimang cucu”.

Niat untuk menikah sudah ada dihati Ali, namun entah mengapa selalu ada saja hal yang menggagalkan rencananya tersebut. Ali masih menyimpan trauma pada taarufnya bersama seorang adik teman sepekerjaannya.

Direstoran seafood tempat Ali bekerja, ia dikenal sebagai pemuda soleh dan baik hati. Tiap waktu shalat tiba, ia selalu jadi orang pertama yang ada di mushalla untuk mendirikan shalat wajib. Bacaan ayat qurannya yang fasih membuatnya sering diminta menjadi imam jika shalat berjamaah. Ali pun sering dianggap sebagai karyawan yang rajin. Jika pekerjaannya telah beres, ia sering membantu temannya yang masih sibuk walaupun beda divisi.

Kesolehan dan kebaikannya itulah yang membuat Pak Firman, seorang koki direstoran tersebut berminat mengenalkan Ali pada adik perempuannya. Awalnya Ali merasa minder dengan ajakan teman kerjanya itu.”apakah tidak malu Bapak mengenalkan adiknya pada seorang tukang cuci piring seperti saya ?”, tanya Ali. “tidak. Justru Bapak senang jika kamu bisa menjadi adik iparku nanti”, balas Pak Firman sambil tersenyum.

Pak Firman lalu menceritakan sedikit profil tentang adik perempuannya yang kini berusia 24 tahun dan bekerja disebuah pusat perbelanjaan sebagai pramuniaga toko baju muslim dan perlengkapan haji. Pak Firman pun lalu memperlihatkan sebuah foto ukuran dompet atau 2R bergambar potret adiknya tersebut pada Ali. Tangan Ali terasa bergetar saat menerima foto tersebut lalu dilihatnya dengan cermat. Subhanallah, wanita berjilbab panjang dengan kacamata minus serta bertahi lalat dipipi kiri itu terlihat anggun sekali dimata Ali. Ia seolah tidak percaya Pak Firman mau mengenalkan adik perempuannya itu kepadanya.

“lihat fotonya sudah, mau lihat aslinya, tidak ?”, tanya Pak Firman.

Ali tersipu malu lalu membalas,”iya Pak”.

“Ok. Nanti jika adik saya libur kerja, saya ajak kamu kerumah untuk berkenalan dengannya”, seru Pak Firman penuh semangat.

Hari perkenalan itupun tiba. Pak Firman sengaja menjemput Ali dengan motor sportnya dan mereka pun segera berangkat menuju kawasan Riung Bandung. Di depan sebuah rumah yang agak besar bercat putih, Pak Firman menghentikan motornya lalu menyuruh Ali turun dan membuka pintu pagar rumah tersebut. Sejenak Ali terkagum – kagum melihat rumah asri nan sejuk dipandangan mata tersebut. Ia tak menyangka Pak Firman dan keluarganya tinggal dirumah sebagus itu.

Ali duduk dikursi kayu jati panjang berwarna cokelat tua, ia memperhatikan satu persatu foto yang ada diruang tamu. Dari deretan foto – foto tersebut ia berkesimpulan bahwa keluarga Pak Firman adalah keluarga besar yang harmonis. Tiba – tiba datanglah Pak Firman bersama seorang lelaki berbadan tinggi besar yang usianya mungkin lebih tua 5 tahun dari usia ayah Ali.

Setelah mengucapkan salam dan berjabat tangan, mereka bertiga pun mulai berbincang tentang rencana Pak Firman mengenalkan adiknya pada Ali. Lelaki tua tersebut rupanya ayah Pak Firman yang bernama lengkap Dedi Setiadi. Aneh, Ali merasakan hawa kurang mengenakkan dihatinya saat Pak Dedi menatap dirinya dengan tajam.

Ia lalu bertanya,”nak Ali ini teman kerja Firman direstoran, ya ?”.

“Benar Pak”, jawab Ali pendek.

“Bagian apa ?”, tanyanya lagi.

“Dishwasher Pak”, jawab Ali dengan gugup.

Pak Dedi terlihat kebingungan, ia mengernyitkan dahinya lalu bertanya lagi karena penasaran,”Dishwasher itu lebih jelasnya bagian apa ?”.

“Tukang cuci piring Pak”, jawab Ali pelan.

“oh begitu. Bapak kira kamu itu sama – sama koki seperti Firman atau waiter”, kata Pak Dedi .

Tiba – tiba datanglah seorang perempuan muda berjilbab biru membawakan 3 gelas teh hangat dan beberapa toples kue kering kehadapan mereka bertiga. Setelah diperhatikan, Ali baru menyadari bahwa wanita itu adalah adik perempuan Pak Firman yang hendak dikenalkan padanya. Pak Dedi lalu menyuruh anak perempuannya tersebut duduk disampingnya. Detak jantung Ali jadi berdegup lebih kencang dan keringat dingin mulai menjalari tubuhnya saat ia menatap wajah adik Pak Firman.

“ini anak perempuan bapak satu – satunya, namanya Rina Kusuma Wardhani. Sekarang ia kerja di toko perlengkapan haji di ABC Mall”,kata Pak Dedi. Ia pun lalu bercerita tentang keadaan keluarganya. Rupanya Pak Dedi adalah seorang pensiunan PNS dan istrinya telah wafat 3 tahun yang lalu. Ia hanya memiliki 2 anak yaitu Pak Firman dan Rina.

“nak Ali sebelum kerja direstoran, pernah kerja dimana saja ?”, Tanya Pak Dedi lagi.

“saya pernah kerja jadi Office Boy disebuah perusahaan distributor barang elektronik dan jadi seorang Cleaning Service di Pesantren Daarut Tauhid di kawasan Gegerkalong”, jawab Ali mantap.

“oh begitu”, kata Pak Dedi dengan ekspresi kecewa.

Ia lalu menoleh pada Pak Firman lalu bertanya padanya,”Fir, kamu ngga salah ingin mengenalkan Ali pada adikmu ?”.

Ali kaget mendengar ucapan tersebut, tubuhnya bergetar dan nafasnya terhenti sejenak. Ia serasa terkena petir disiang bolong.

“astagfirullahaladzim.memangnya salah kenapa, Pak ?”,Tanya Pak Firman pada ayahnya.

“ayah kira kamu membawa temanmu yang pekerjaannya setidaknya selevel dengan kamu, sebagai koki atau supervisor restoran.ini hanya tukang cuci piring !”, kata Pak Dedi dengan nada tinggi.

Mata Ali jadi berkaca – kaca mendengar ucapan itu. Ia tak kuasa membela diri dengan kata – kata.

Pak Firman lalu membalas,”Pak, memang Ali hanya tukang cuci piring, namun ia lelaki yang soleh dan baik. Lelaki seperti itu jarang ada dikota ini. Saya percaya ia bisa jadi imam yang baik buat Rina”.

“hah … imam yang baik ? memangnya si Rina bisa diberi makan ayat quran dan hadits ? bapak tahu gaji kamu berapa Fir sebagai koki, apalagi gaji Ali yang hanya sebagai tukang cuci piring”, seru Pak Dedi.

“Pak, kok tega sih berbicara seperti itu dihadapan Ali ? biarpun ia tukang cuci piring, insya allah rezekinya halal dan berkah. bisa saja dikemudian hari ia mendapat pekerjaan yang lebih baik dan gajinya lebih besar. Ingat Pak, hidup manusia itu sering bergiliran kadang diatas dan kadang dibawah”, balas Pak Firman.

“nggak mungkin Fir. Kamu dengar sendiri kan tadi Ali bilang ia pernah kerja sebagai Office Boy alias pesuruh dan Cleaning Service alias petugas kebersihan. Sekarang ia kerja jadi tukang cuci piring, artinya dimasa depan pun pasti ia akan dapat kerjaannya nggak jauh beda dari itu. Masih level bawah lah”, kata Pak Dedi dengan ketus.

“Tapi Pak, coba tanya dulu Rina. Kemarin ia berkata pada saya siap menerima Ali apapun keadaannya”, kata Pak Firman.

Ayah pak Firman lalu bertanya pada Rina, apakah ia mau menerima Ali yang pekerjaannya sebagai tukang cuci piring. Rina pun menunduk dan menganggukkan kepalanya pertanda setuju.

Pak Dedi kaget bukan kepalang melihat tingkah Rina seperti itu, matanya melotot dan wajahnya memerah seperti memendam amarah.

Karena gengsi dan tidak mau terlihat kalah serta malu dihadapan Ali dan Pak Firman, tiba – tiba ia bertanya pada Ali,”kamu punya motor,tidak ?”, tanyanya dengan tegas.

“Tidak Pak”, jawab Ali pelan.

“kamu bisa naik motor ?”,tanyanya lagi.

“Tidak Pak”, jawabnya lagi sambil tertunduk lesu.

“hah … kamu ga bisa naik motor ? Di Bandung sekarang sering macet, tiap hari Bapak mengantarkan Rina ke tempat kerjanya, capek sekali. Bapak ingin punya menantu yang punya motor agar bisa menggantikan peran Bapak yang setiap hari antar jemput Rina. Nak Ali kembalilah kesini kalau sudah punya motor !”, kata Pak Dedi dengan nada meninggi.

“Maaf Pak. Saat ini saya masih memiliki trauma pada motor. Dulu waktu kecil pernah melihat orang kecelakaan tepat dihadapan saya, motornya hancur dan pengendaranya tewas seketika. Sampai saat ini saya enggan belajar mengendarai motor dan belum memiliki motor karena terbayang terus trauma itu”, kata Ali.

Sejenak suasana menjadi hening dan sunyi. Semuanya terdiam dikursinya masing - masing.

“kalau begitu keadaannya, apa boleh buat. Nak Ali lupakan saja niat berkenalan dengan Rina, karena saya yakin diluar sana masih banyak lelaki yang lebih baik untuknya”, kata Pak Dedi.

“Baiklah Pak. Saya menerima keputusan bapak, jika itu memang pilihan yang terbaik untuk Rina. Saya do’akan semoga Rina bisa mendapatkan lelaki yang baik, terutama lelaki yang sesuai dengan keinginan Bapak”, balas Ali mencoba tegar.

Tiba – tiba Rina beranjak dari tempat duduknya sambil berurai air mata, ia berkata pada ayahnya,”Rina tidak menyangka ternyata ayah bisa sekejam itu pada kang Ali”. Ia pun berlari menuju kamarnya.

Melihat situasi yang sudah tidak kondusif untuk melanjutkan pembicaraan, Ali pun pamit pulang pada Pak Firman dan ayahnya. Saat akan meninggalkan pintu gerbang rumah, Pak Firman memanggilnya supaya menghentikan langkahnya. Dengan nafas terengah – engah, beliau meminta maaf pada Ali atas tindakan ayahnya tadi. Ia merasa malu telah mengundang Ali ke rumahnya dan bukannya keramahan yang didapatkan, malah caci maki pedas dari Pak Dedi.

Ali tersenyum sembari berkata,”tidak apa – apa Pak Firman. Wajar jika ayah anda memiliki keinginan seperti itu. Kejadian ini saya ambil hikmahnya saja. Tolong sampaikan salam saya pada Bapak anda, berkat beliau saya jadi termotivasi untuk belajar mengendarai motor”.

Didalam angkot menuju kostan, Ali merenungi pertemuan di rumah Pak Firman tadi. Begitu banyak pelajaran berharga yang bisa diambil hikmahnya.

“aku pulang ... tanpa dendam
Kuterima kekalahanku ... “

Potongan lirik lagu milik band Sheila on 7 diatas sangat cocok menggambarkan suasana hati Ali saat ini.

***

Jadwal kerja Ali direstoran memang berat. Ia masuk kerja tepat jam 11.00 WIB lalu istirahat pukul 15.00 sampai pukul 18.00 WIB. Ia masuk kerja lagi pukul 18.00 hingga waktu pulang pukul 22.00 WIB. Lamanya waktu istirahat yang mencapai 3 jam membuatnya jenuh jika hanya beristirahat direstoran saja tanpa kegiatan berarti. Untuk membunuh kejenuhannya, ia sering mengisi waktu istirahat dengan browsing di warnet.

Awalnya hanya untuk update status Facebook dan membalas comment serta messages yang masuk di inbox-nya. Namun akhir – akhir ini Ali mulai tertarik membuat tulisan pendek seperti cerpen dan ia pun mempostingnya di notes Facebook serta bergabung disitus blogger.com untuk mempublikasikan tulisan buatannya. Alhamdulillah, tak disangka tulisannya banyak diminati teman – teman Facebooknya. Tiap ia posting tulisan terbaru lalu mentagnya pada teman – temannya, cerpennya selalu kebanjiran komentar, kritik, saran serta sebagian lagi mengklik tanda “like” atau “suka“. Hal ini melecutnya sebagai pribadi yang optimis dan bertekad makin serius memasuki dunia tulis menulis.

***

Setiap menerima gaji di awal bulan, Ali selalu membaginya menjadi 4 bagian. Pertama, ia kirim sebagian uang untuk orang tuanya di Sukabumi. Kedua, untuk dikeluarkan zakat,infak,sedekahnya (ZIS) ke Rumah Zakat Indonesia, sebuah lembaga amil zakat independen dibawah naungan MUI (Majelis Ulama Indonesia). Ketiga, untuk bayar kostannya serta yang keempat untuk biaya kehidupan sehari – harinya. Meski gaji tidak besar, kedisiplinan mengelola keuangan seperti itu terbukti ampuh mencegah “besar pasak daripada tiang”.

Ahad siang, Ali sudah tiba di Rumah Zakat Indonesia untuk mengeluarkan zakat, infak dan sedekah hasil kerjanya sebulan. Ia langsung disambut seorang akhwat berjilbab panjang yang sopan lalu menyuruhnya duduk dikursi warna hijau. Sudah beberapa kali ia ke tempat itu, namun baru kali ini melihat akhwat tersebut. “mungkin ia karyawan baru di lembaga ini” bisik hati kecilnya.

“assalammu’alaikum “ sapa akhwat tersebut.

“wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuh” jawab Ali.

“perkenalkan saya Ira Puspita, karyawan baru disini menggantikan mbak Mila yang sedang cuti hamil. Ada yang bisa dibantu, mas ?” tanyanya dengan ramah.

“saya ingin mengeluarkan ZIS bulan ini” jawabnya dengan pelan.

“namanya siapa, mas ? tanyanya lagi.

“Muhammad Ali Firdaus”

Ira lalu melihat data dikomputernya sebentar lalu berkata,” Muhammad Ali Firdaus tinggal di Jl. Sukasari No.6 Bandung, betul ?”

“benar sekali, mbak”

Ali pun langsung menyerahkan sejumlah nominal uang kepada Ira dan dicatat dikomputer. Setelah itu mereka berdua berdo’a semoga rezeki Ali makin bertambah dan mendapat berkah dari Allah SWT serta semoga harta yang dititipkan bisa menjadi ladang amal dan bermanfaat untuk kemajuan umat islam. Setelah selesai memanjatkan do’a, Ali pun pulang dengan wajah sumringah.

Malam yang semakin larut ternyata belum membuat Ali mengantuk, tiba – tiba bayangan wajah Ira Puspita yang tak lain karyawan lembaga amil zakat berkelebat dipikirannya.
“astagfirullahaladzim, kenapa aku jadi memikirkannya ya ?” tanya Ali pada dirinya sendiri. Ia pun mencoba menghalau hal itu dengan berdzikir hingga tak sadar terlelap tidur.

***

Ali membuka akun Facebooknya dan merasa kaget ada 1 permintaan menjadi teman dan 1 messages. Ia mengkonfirmasi permintaan jadi teman itu dan langsung melihat profil teman barunya tersebut. Namanya Heru Gunawan, berprofesi sebagai penulis, pengajar dan editor. Melihat profilnya yang luar biasa, Ali pun segera membaca messages darinya.

“assalammu’alaikum akhi Ali. Perkenalkan nama saya Heru Gunawan, siang ini sedang browsing di internet dan tak sengaja menemukan blog anda yang unik sekali. Saya terkesan dengan cerpen anda yang berjudul “Ustadz Kupu – Kupu”. Jika ada waktu senggang, harap segera telpon atau sms ke no 089898989898 ada hal yang ingin saya bicarakan. Wassalammu’alaikum”.

Tanpa pikir panjang, Ali langsung menelpon nomor yang tertera pada messages tersebut.

“halo assalammu’alaikum”, Tanya Ali

“wa’alaikumussalaam warahmatullahi wabarakatuh. Ini dengan mas Muhammad Ali Firdaus penulis cerpen itu ya ?” kata Heru Gunawan malah balik bertanya.

“iya benar. Ada apa Pak ? kok tiba – tiba menyuruh saya menelpon anda ?”

“hehe … begini mas, saya sudah baca semua cerpen – cerpen anda didalam blog. Setelah saya hitung ada 25 cerpen, saya ingin mengajak anda untuk bekerja sama”.

“maksudnya bekerja sama bagaimana ?” Tanya Ali makin penasaran.

“mas Ali sudah tahu kan kisah tulisan Raditya Dika diblognya yang berjudul “Kambing Jantan” setelah dibukukan ternyata laris manis dipasaran hingga akhirnya difilmkan dan diputar dibioskop. Nah saya ingin bekerja sama untuk membukukan kumpulan cerpen buatan mas Ali, saya yakin tulisannya akan laris dipasaran”

“Ok Pak. Saya siap bekerja sama dengan bapak, sudah lama saya memendam keinginan membukukan kumpulan cerpen – cerpen yang tersimpan diblog”

Setelah pembicaraan ditelpon tersebut, mereka berdua langsung mengadakan pertemuan. Ali bersyukur Allah mempertemukannya dengan Pak Heru Gunawan. Berkat bantuan beliau, cerpen – cerpennya bisa dibukukan dan dijual pada masyarakat luas. Alhamdulillah sambutan masyarakat ternyata positif sekali, mereka sangat antusias menyambut kehadiran buku tersebut hingga dalam kurun waktu 3 bulan sudah mendapat predikat “best seller”. Seiring berjalannya waktu, Ali pun mengundurkan diri dari restoran. Ia memilih untuk fokus di dunia kepenulisan.

***

Hubungan Ali dan Pak Heru Gunawan kian akrab hingga lebih dari sekedar rekan bisnis, mereka sudah seperti sahabat karib. Disuatu sore, Pak Heru mengajaknya silaturahim ke rumahnya sekalian ingin memperkenalkan Ali pada anak perempuannya semata wayang. Awalnya Ali sempat menolak dengan halus karena masih trauma pada pertemuannya dengan Rina, adiknya pak Firman teman kerjanya di restoran. Namun setelah dibujuk untuk kesekian kalinya, hatinya pun luluh dan bersedia menerima tawaran perkenalan tersebut.

Diruang tamu yang lega serta dikelilingi lemari berisi buku tersebut Ali terduduk sambil berharap takdir akan menuntunnnya pada hal baik dalam pertemuan kali ini. Pak Heru datang menemui Ali bersama seorang perempuan muda berjilbab panjang berwarna biru muda. Mereka berdua duduk tepat dikursi yang terletak dihadapan Ali. Ketika menatap wajah perempuan anggun itu, Ali merasa keheranan. Entah kenapa ia merasa pernah bertemu dengan perempuan itu namun lupa pernah bertemu dimana.

“Ali, perkenalkan ini Ira Puspita, anak Bapak satu - satunya” kata Pak Heru Gunawan membuka percakapan.

“Ira Puspita, bukankah itu nama akhwat yang pernah aku temui di lembaga amil zakat dulu ?” bisik hati Ali.

Ia benar – benar kaget ketika mendengar nama itu disebut, ia pun lalu mengangkat kepalanya dan langsung menatap wajah perempuan itu. Tak disangka perempuan itu pun sedang mengarahkan p-andangannya ke wajah Ali. Ketika mereka berdua beradu pandangan, sorot mata keduanya berubah seolah tak percaya bisa bertemu ditempat itu.

“astagfirullahaladzim, ini kan mas Muhammad Ali Firdaus. Iya, kan ? Tanya Ira.

“iya benar. Subhanallah, ternyata mbak Ira ini putrinya Pak Heru ya.” Jawab Ali.

Pak Heru tersenyum melihat tingkah mereka berdua lalu berkata,”Alhamdulillah, ternyata kalian sudah saling mengenal ya ?” Tanya Pak Heru dengan senyum mengembang diwajahnya.

“iya ayah. Mas Ali ini adalah donator tetap di Rumah Zakat Indonesia. Tiap awal bulan selalu menitipkan sebagian rezekinya disana” jawab Ira dengan lancar

“syukurlah kalau begitu. Ayah sengaja mengajak Ali kesini untuk berkenalan denganmu sekaligus ingin menjadikan ia sebagai calon menantu bapak. Bagaimana, kamu setuju ?”

Suasana menjadi hening, sunyi tak ada suara sedikit pun. Ali merasa cemas dan hatinya bergetar tidak karuan. Ia berusaha menenangkan diri namun tidak bisa, ia berharap jawaban dari Ira tidak akan mengecewakannya. Ali dan Pak Heru sama – sama menatap Ira.

Dengan gerakan yang halus, Ira menganggukkan kepalanya dan wajahnya terlihat memerah.
Ali hanya bisa tersenyum melihat kejadian itu dan berkata didalam hatinya,”Alhamdulillah Yaa Allah”.

Pak Heru senang dengan jawaban Ira tersebut, ia lalu berseru,”Alhamdulillah. terima kasih anakku. Bapak percaya Ali bisa menjadi pasangan yang tepat untukmu.

***

Setelah pertemuan itu, Ali memboyong keluarganya dari Sukabumi untuk bersilaturahim ke rumah Pak Heru. Alhamdulillah, acara khitbah pun lancar hingga akhirnya 2 minggu kemudian diadakan acara walimah yang sederhana dihadiri kerabat, teman kerja, teman dunia maya kedua mempelai serta pembaca buku Ali yang ada di Bandung.

Roda kehidupan terus berputar, Kehidupan Ali yang selalu dirundung duka kini berganti dengan cerita penuh suka cita.